TRAUMA LOMBA GAMBAR.

TRAUMA LOMBA GAMBAR.

Salah satu pengalaman mengerikan yang pernah saya alami adalah menjadi juri lomba gambar.

Sekitar tahun 2000 awal, saya pernah diundang menjadi juri lomba gambar anak-anak. Salah satu juri adalah mas Ade Darmawan dari Ruang Rupa yang prestasinya di dunia seni sudah skala internasional.

Saya bilang ke panitia bahwa "Ada resiko ya mengundang mas Ade Darmawan dan saya jadi juri, karena cara kita memilih pemenang pasti akan berbeda dengan juri-juri konvensional" Dan panitia menyatakan sudah siap menerima resiko itu.

Kriteria pemenang kami tentukan bukan hanya berdasarkan "keindahan gambar" melainkan juga originalitas dan kreativitas, karena saya dan mas Ade Darmawan sangat sadar banyak sekali ORANG TUA AMBISIUS yang dengan sengaja memasukkan anaknya ke sanggar untuk mengejar juara.

Benar saja ketika selesai pengumuman, dalam perjalanan pulang. Panitia menelpon saya dengan panik, karena orang tua peserta NGAMUK. jadi panitia "disandera" oleh panitia di satu ruangan oleh para orang tua ambisius yang tidak terima anaknya kalah.

Dengan sangat terpaksa saya kembali ke lokasi lomba gambar diadakan, dan bener saja sebagai juri saya dimaki2x dengan kata2x yang sangat kasar. Akhirnya dengan sangat terpaksa saya harus UNJUK DIRI dengan bilang, bapak ibu pernah mengerjakan proyek-proyek international? Bapak Ibu pernah memenangkan kompetisi animasi International? Maaf ya jangan bandingkan Ibu bapak ke saya atau mas Ade Darmawan. Kita punya profesional judgement sebagai juri berdasarkan kredibilitas kita.

Pengalaman ini cukup menohok hati saya, karena ternyata banyak orang tua kelewat ambisius yang gemar memaksakan kehendaknya agar anaknya mendapat prestasi di usia muda.


Padahal kalau kita lihat ada 2 hal negatif yang terjadi:


1) Anak tidak bahagia karena harus melakukan sesuatu yang mungkin tidak menjadi minat mereka. Dan saya cukup sering melihat orang tua mengumpat anaknya saat anaknya tidak menjadi pemenang sebuah lomba

2) Sangat sulit memprediksi karir anak dari awal, karena waktunya terlalu panjang, anak yang menyukai musik di masa kecil bisa jadi malah menjadi atlet di masa depan. Karena kegemaran anak akan berubah sesuai dengan usia, eksposure dan lingkungan. Bukti paling mudah adalah melihat banyak artist cilik yang saat dewasanya tidak lagi bermain musik atau berakting lagi, karena memang sudah tidak tertarik lagi.

Adik saya sendiri adalah orang yang belajar musik dari kecil, tapi saat dewasa memilih jadi lawyer, beberapa teman segenerasinya ada yang masih berlanjut menjadi penyanyi, diantaranya Tompi dan Endah (Endah dan Rhesa), tapi bagi adik saya memang tidak dipaksakan karena sejalan dengan waktu dia lebih tertarik dunia hukum dibandingkan dunia musik.

Intinya biarkan anak menikmati apa yang mereka sukai selama mereka mau. Kita bisa memprediksi minat mereka, tapi jangan paksakan agar anak KONSISTEN di satu area karena ketertarikan anak juga akan berubah sepanjang waktu.

Penulis: AdezAulia


EmoticonEmoticon